Kasus Gorok 3 Anak Kandung, Ini Tanggapan Pakar Hukum dan Psikolog Untag Surabaya.

Senin, 11 April 2022 - 13:21:14 WIB / Dibaca: 366 kali


Sepekan terakhir ini, Indonesia dikagetkan dengan kasus seorang ibu menggorok 3 anak kandungnya. Kejadian seperti ini mengundang keprihatinan masyarakat. Kasus tersebut terjadi di Dukuh Sokawera, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah pada Minggu (20/3/2022) pagi.

Menanggapi hal tersebut pakar hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya - Dr. Erny Herlin Setyorini S.H.,M.H. mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh KU (35) termasuk dalam perbuatan hukum yang dilarang sehingga dapat dijatuhi hukum pidana. “Menurut saya perbuatan yang dilakukan si ibu masuk dalam ranah hukum pidana, jadi perbuatan yang dilakukan oleh si ibu merupakan perbuatan hukum yang dilarang,” kata Erni saat diwawancara pada selasa (23/3).

Kemudian mengenai pasal yang bisa dijatuhkan pada palaku, Erny yang juga selaku Ketua Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) Fakultas Hukum Untag Surabaya menyebutkan pelaku dapat dijerat dengan pasal 338 KHUP mengenai tindak pidana pembunuhan dan pasal 340 KUHP tentang tindak pidana pembunuhan berencana juncto Undang-undang (UU) perlindungan anak sehingga ancaman hukuman maksimal yang bisa dikenakan adalah hukuman mati. “Karena korbannya anak dibawah umur dan pelakunya adalah orang tuanya sendiri maka pasal 338 KUHP dan 340 KUHP dijunrtokan dengan UU Perlindungan Anak,” terang Erni.

Menurut Erny,  jika menurut hasil pemeriksaan pelaku dinyatakan mengalami gangguan jiwa atau sakit jiwa dan diputuskan berdasarkan putusan hakim persidangan  pasal 44 KUHP maka pelaku tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Sementara itu, pakar psikologi Dosen Fakultas Psikologi Untag Surabaya Akta Ririn Aristawati, S.Psi., M.Psi., Psikolog menjelaskan ‘bisikan gaib’ yang dialami KU(35) dalam ilmu psikologi dikenal sebagai halusinasi auditori. “Halusinasi auditori, terjadi karena seseorang sering menekan emosinya kedalam alam bawah sadar, sehingga terjadi ledakan, dan ledakan inilah yang disebut sebagai gangguan jiwa,” jelas Ririn.

Jika melihat kasusnya, keberadaan suami yang bekerja di Jakarta, mengindikasi pelaku tidak memiliki teman untuk sharing ditengah kesulitan akibat situasi pandemi. Ririn menuturkan bahwa, jika sudah mengalami halusinasi auditori maka bisa mengarah pada ciri-ciri skizofrenia.  Gangguan jiwa ini tidak serta merta terjadi tanpa ada alarm atau symptom sebelumnya. “Yang Namanya gangguan jiwa tidak terjadi begitu saja, ada alarm-alarm yang perlu disadari seperti tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini jika tidak tertanggulangi maka akan meningkat hingga pada gangguan jiwa,” pungkasnya.

Pakar Psikologi Untag Surabaya menambahkan untuk tidak membawa masalah kita ke alam bawah sadar. “Carilah teman untuk bisa sharing mengeluarkan emosi-emosi negatif, sehingga emosi tersebut tidak ditekan ke alam bawah sadar. Karena jika itu ditekan terus menerus maka kesehatan mental kitalah yang menjadi pertaruhannya,” ujar Ririn. Sebagai tindakan preventif kepada masyarakat, ada beberapa yang bisa dilakukan salah satunya dengan menanamkan ilmu agama sejak dini. Ririn menyebutkan, adanya ilmu agama mampu menjaga diri kita dari hal yang tidak baik. (am/rz/kr)

Sumber : Humas Universitas 17 Agustus 1945 Surabayahttps://untag-sby.ac.id/